Wuih, judulnya bikin aku seolah seperti ahli gitu ya. Ha ha ha. Serba-serbi bikin rumah, dooong. Maafkan lah kalau yang datang membaca berharap tulisan ini selayaknya tulisan dari buku babonnya anak sipil. Jadi, biar ga kaget aku bikin disclaimer-nya dulu aja yaaa...
Disclaimer: tulisan ini bukanlah tulisan dari sudut pandang seorang ahli bidang bangunan. Melainkan hanya berbekal sudut pandang pengalaman awam yang ikut bikin rumah.
Alhamdulillah wa syukurilillah, modal nekat karena situasi dan kondisi akhirnya kami bisa bikin rumah. Lah kok modal nekat aja? Emang bisa?
Qadarullah, dimulai dari rumah kontrakan yang hendak dijual empunya rumah (masih sodara sendiri). Ingin hati beli aja rumahnya, tapi kantong ga mampu bayarnya. Nasib #sobatmisqueen LOL
Akhirnya, di bulan-bulan tahun lalu kami berputar-putar mencari calon rumah kontrakan baru. Belum ada yang klik di hati. Entah lokasinya, bentuknya, tapi kebanyakan sih karena harganya. Hahaha.
Melirik perumahan yang getol diiklankan sepanjang jalan. Cuma mampu meneguk ludah pada akhirnya. Simulasi pembayaran dan akadnya membuat kami takut. Takut DIA marah. Kalau selama ini bisa bahagia di petak kontrakan, makan secukupnya, namun penuh cinta dan kasihNYA. Dan karena keinginan dunia, punya rumah, lalu membuatNYA marah, tentu kami tak sanggup juga tak mau.
Hingga suatu hari, ada simulasi akad dan pembayaran rumah yang klik. Kita pergi survey. Tapi ternyata lagi-lagi cuma sanggup meneguk ludah. Mahal sekali.
Yah, kami maklum tentu developernya perlu modal awal yang tak sedikit juga. Ah, mungkin nanti jika DIA berkehendak ada saja jalannya. Kami abaikan keinginan hati memiliki rumah sendiri. Cukup mengo trak sajalah saat ini. Menabung dulu hingga cukup uang nanti.
Tapi, di suatu sore yang indah ada informasi tentang perumahan yang sistem bayar dan akadnya berterima dengan keinginan hati. Hanya saja masih tersandung biaya modal alias uang angsuran pertama untuk modal membangun rumahnya.
Sebut saja 50 juta. Addduuuuh...
Uang dari mana?
Perumahannya sederhana, tipe 36 saja. Luas tanah standar tapi cukup saja untuk suatu hari ada rejeki menambah ruang keluarga. Menggiurkan!
Tapi uang di tabungan hanya ada 10% nya saja. Berdiskusi dengan tuan tanah yang sekaligus adalah developer perumahan tersebut. Alhamdulillah sang bapak berbaik hati memberi keringanan.
"20 juta dulu. Langsung dibangunkan rumahnya. Sisanya silakan dicicil sembari rumah dibangun." begitu katanya.
Angin segar. Tapi uangnya mana?
Kata orang, rumah dan tanah itu jodoh-jodohan. Pas kita cari, belum ketemu yang cocok. Jadi, ketika ada yang cocok dan bisa diperjuangkan, jangan lepaskan! Waaah, berasa seperti cari jodoh beneran ya...
Pikir-pikir, hingga akhirnya mencoba melepas tabungan pribadi. Toh, baiknya pemberian pernikahan ini bermanfaat Daripada hanya disimpan saja. Separuh mas kawin yang kuterima dari suamiku akhirnya kujual. Kuserahkan uangnya pada suamiku. Kita cukupkan untuk jadi modal. Nanti kalau ada rejeki bisa menabung beli lagi, kataku.
Setengah enggan ia menerima. Dengan beragam bujuk dari penjelasanku tentang bersyukurnya dapat tempat di lokasi bagis, dengan sistem bayar yang insyaallah berkah, kenapa tidak?
Akhirnya ia menerima dengan azzam ingin mengganti. Kubilang, aku ikhlas memberi.
Serba-serbi bikin rumah ternyata menguras emosi di hati. Permulaannya saja seperti drama. Ada suami yang murung karena merasa kasihan aku harus menjual mas kawin, ada aku yang terharu karena ketulusannya menafkahi dan memberikan tempat bernaung ya g diridhoiNYA untuk kami. Aaah,,, bikin mewek kalau diingat.
Belum lagi ternyata ada hambatan lain setelah kami mampu membayar jumlah minimal untuk akad dibangunkan rumah itu. Misalnya tentang lambatnya pembangunan, kurangnya bahan-bahan, sementara masa kontrakan kami hampir habis. Dag-dig-dug aku dibuatnya.
Sebenarnya kami maklum. Karena uang yang harusnya 50 juta, baru kami bayar 20 saja. Sisanya, tiap bulan kami cicil selama 5 bulan. Ternyata, pembangunannya memang bermodalkan uang itu. Kami belum bayar, bahan bangunan tak datang. Mungkin tak ada dana juga untuk membelinya. Tak apalah, namanya juga nyicil hahaha...
Serba-serbi bikin rumah ini juga sempat bikin kesal. Hampir lupa tentang rasa syukur kami saat mendapat info perumahan yang sesuai dihati soal bayar-bayarnya ini. Lantaran, pekerjaan tukang perumahan yang tidak memuaskan.
Untuk kami yang cukup sering survey perumahan, merasa bahwa pekerjaan tukang di sini agak tidak total. Bagian finishingnya ini misalnya, lantai keramik yang dipasang naik-turun tak rata. Sehingga air mudah tergenang di tengah rumah.
Parahnya adalah kamar mandi/WC yang terpaksa harus kami bongkar ulang. Lantainya tidak miring sehingga air menggenang. Pemasangan toiletnya salah total. Pheww!!! Melelahkan juga urusan rumah.
Oya, belum lagi cat rumah yang sangat asal-asalan. Baik dindingnya maupun plafonnya. Akhirnya semua diulang. Adalagi, bagian ujung lantai dan dinding tidak ada kuku keramik atau dinding keramiknya. Alhasil, kakak sepupuku berbaik hati membantu memasangkan.
Belum lagi lamanya proses pemasangan PDAM dan listrik waktu itu. Alih-alih pindah rumah karena masa kontrakan habis, malahan kami lumayan harus 'nombok' dan pinjam uang ke teman dan saudara untuk menutupinya.
Waaah, serba-serbi bikin rumah yang super sekali.
Di sisi lain, aku, emak yang taunya harga bahan dapur ini akhirnya paham harga bahan bangunan. Sedikit-banyak ada perubahan perilaku juga. Walaupun rasanya kusudah jauh lebih hemat dibanding masa lajang dulu, semenjak tau serba-serbi bikin rumah akhirnya jadi lebih hemat lagi.
Kalau tadinya berfikir bisa beli jilbab baru, saat ini lebih prioritas beli semen aja. Harganya lebih murah semen booook.
Serba- serbi Bikin Rumah
By
Waaah menantang ya mba
ReplyDeleteMenantang kesabaran hati dan kesabaran untuk beli beli sesuatu yang kurang penting, ditahan dulu.
Semoga rumahnya lekas selesai pembangunannya (atau rombaknya) dan segera lunas
dilancarkan rezekinya.. Amiin
Hahaha saya jadi ingat pas beli rumah, semua kartu kredit saya tutup. Dan hasilnya, sekarang jadi makin fokus pada kebutuhan bukan keinginan. Pun bukan tipikal boros juga sih. Nyaman ya mba rasanya hahaha
ReplyDeleteRumah itu ibarat jodoh mbak, dulu 2013 aku beli rumah di semarang walau masuk mranggen demak dpnya masih ingat 25juta, ambil 15thn kpr, Alhamdulillah lunas 4 tahun 8bulan, sekarang beli rumah di cibinong bogor karena suami dipindah ke jakarta, dp 78juta ambil 16 thn kprnya, semoga segara lunas dalam waktu 5 tahun InsyaAllah..
ReplyDeleteWaah, benar-benar ujian ini mah. Semoga semuanya teratasi dengan baik ya Mbak Alma dan rumahnya menjadi istana yang nyaman buat seluruh anggota keluarga.
ReplyDeleteAlhmdulillah semoga rumah idaman segera terwujud ya... dan dimudahkan prosesnya..
ReplyDeleteceritanya seru juga mba, byk lika-likunya...
ReplyDeletesemoga stlh rehab makin nyaman ya
Yang penting kan rumahnya udah ada lalu masalah kelengkapan rumah mah, gak kan pernah puas kitanya haha, ada aja yang terlihat lebih bagus dan mau renovasi sana sini
ReplyDeleteSangat menginspirasi sekali. Beda cerita yaa antara rumah tinggal bareng ortu dan rumah hasil keringat sendiri mbak. Ngerasain dr nol dan jatuh bangunnya seperti apa. Semoga sy jg bisa tertular kesampaian punya rumah idaman nantinya.
ReplyDeletePenting banget mengatur keuangan dengan tepat untuk bisa mendapatkan rumah impian nih
ReplyDeleteMasyaAllah mba Al, semoga dimudahkan dalam segalanya ya Mba. Dilancarkan rezekinya, bisa menghadapi berdua. Aammin, aku juga belum punya rumah ini
ReplyDeleteUdah beli rumah susah payah dan masih memperbaiki ini itu.. sedih kalo pemilik sebelumnya jorok dan listrik belum terbayar
ReplyDeletePokoknya penuh drama ya mbak hheeheee....tapi yang pasti bahagia dong sudah punya istana kecil sendiri :)
ReplyDeleteWahh beli rumah baru beneran mba jodoh2 an nih aq lagi dilema mau beli rumah, suami maunya beli dijakarta pusat rumah jakarta pusat yg masuk mobil harga 1m sedangkan uang baru setengahnya ðŸ˜ðŸ˜ disuruh agak jauhan ga mau hiks beberapa kali suami ga cocok pgn pisah sama mertua
ReplyDeletejadi bikin rumah dulu apa punya istri dulu?? gimana mba??
ReplyDelete