-->

Akhirnya Diwisuda Juga!

29 Juni 2019


Hari bersejarah yang dinantikan oleh keluarga suamiku akhirnya tiba.
Ini adalah hari wisudaan adek ipar bungsuku.

Suatu kebanggaan jelas terasa sekali hari itu. Sejak beberapa bulan terakhir, suamiku diberi kabar oleh adik satu-satunya itu bahwa wisudanya insyaallah akan berlangsung pada Bulan Juni. Suamiku mengucap amin yang panjang. Kurasakan harap-harap cemas dari nadanya.

Maklum, sebelumnya juga adikku ini pernah mengatakan akan wisuda namun terkendala satu dan lain hal. Genap pada tahun ketujuh masa belajarnya di kampus Islam Provinsi ini akhirnya kbar baik itu datang juga.

Suamiku sudah memberitahukan perihal hari wisuda adiknya itu. Aku pun turut bergembira. Seperti lega rasanya suami tercinta berhasil menunaikan niatnya menyekolahkan adiknya di perguruan tinggi itu. Kuingat sekali saat kutanya apakah ia mau melanjutkan sekolah kembali? Katanya biar adiknya saja yang kuliah. Dia perempuan, harus punya ilmu yang cukup mumpuni. Selain itu, biarlah ia jadi kebanggaan sarjana keluarga. Itu kata suamiku.

Kalau boleh jujur, aku agak sedikit takut jika suamiku kelak kecewa. Ah bukan, mungkin tepatnya jika kami nanti kecewa. Perihal kesuksesan sebagai sarjana itu bukan semata berhasil diwisudanya. Setidaknya itu pendapatku.



Apakah ada teman-teman pembaca yang sepakat soal ini?

Bagiku, kemampuan berfikir, kemampuan mengelola, kemampuan mengambil keputusan, dan skill penting hidup lain yang tertempa selama menempuh jalur pendidikan tinggi itulah yang menjadi tolok ukur suksesnya sarjana. Saat itu, aku sematkan doa-doa agar sarjana pertama dalam keluarganya ini bisa terampil mengarungi hidup pasca wisuda itu.

Mental yang kuat akan sangat diperlukan.

Dua kali aku diwisuda dan aku bisa bilang bahwa setelahnya lah yang menjadi perjalanan sebenarnya. Semoga dia bisa.


---

SEUTAS KISAH SEDIH


Mendekati minggu dimana hari wisuda akan berlangsung suamiku memikirkan rencana perjalanan kami. Karena memang kami tinggal jauh dari rumah keluarga. Setelah  mengurus ijin cuti dan meminta ijin pinjam kendaraan ayahku, kami pun menyampaikan plan  keberangkatan.

Kami tak bisa hadir pada hari Yudisiumnya. Lantaran terlalu banyak ijin cuti sementara pekerjaan menumpuk di site. Bisa dimaklumi jika Pak Boss menolak cuti yang kebanyakan.

Disepakati akhirnya Mak dan Bak lah yang akan menghadirinya. Lagipula prosesi penting itu memang baiknya orang tua yang diutamakan. Biarlah kami datang saat acara pindah kuncir saja.

Sayangnya, adik kami harus bersedh hati saat yudisiumnya. Kedua mertuaku tak bisa hadir. Tak ada kendaraan yang siap mengantar katanya. Padahal, sudah dari jauh hari sudah diatur janji pada saudara yang bersedia mengantar itu. Tak bisa dielakkan namanya juga minta tolong. Mungkin memang sedang berhalangan.

Sebenarnya sudah disampaikan sehari sebelumnya. Aku pun sudah mengatakan pada suamiku agar diusahakan Bak dan Mak untuk hadir. Sewakan mobil atau pesankan travel saja. Tapi, katanya mereka menolak. Terlanjur kecewa katanya.

Ah, sayang sekali.

Padahal Yudisium itu akan lebih khidmat. Kabarnya kedua orang tua ikut maju ke depan mendampingi anaknya yang akan diwisuda itu.

Ya sudahlah!
Sudah mau diusahakan tapi kurang kuat keinginannya. Kalau ikut prinsipku ya ga akan gitu. Hmmm... Antara kesal dan kasihan.


---


Akhirnya Diwisuda Juga!