Sebuah Pandangan atas Phenomenon, Kurikulum Pendidikan Indonesia
U
|
ntuk
sekolah atau tidak sekolah; untuk maju atau tidak maju; untuk bahagia atau
tidak bahagia bahkan, untuk hidup atau tidak hidup adalah pilihan setiap
individu. Sama halnya dengan untuk ikut berkontribusi atau tidak; untuk
berkontribusi aktif atau pasif; untuk peka atau sedikit peka atau tidak peka sama
sekali; itu adalah pilihan. Tak munafik pastilah semua orang akan memilih yang
terbaik. Tentu saja untuk hidup daripada mati; untuk sekolah daripada tidak
sekolah (jika ada kesempatan); juga untuk bertahan dalam kehidupan sosial
dengan menjadi sangat peka untuk keharmonisan daripada terlempar keluar
lingkaran. Namun, ketertarikan alam bawah sadar untuk memilih yang terbaik itu
terkadang tak sejalan dengan tingkah laku yang direfleksikan oleh sang pemilih.
Begitu
pula halnya dengan pendidikan. Begitu banyak pilihan petunjuk pelaksanaan
sebuah siklus pendidikan yang masing- masing memiliki program unggulan sehingga
bersaing satu sama lain. Kurikulum adalah sebuah perdebatan sepanjang pemangku
kebijakan mencoba memaparkan keunggulan tiap kurikulum yang dijunjungnya.
Perdebatan yang tentu saja kita tahu jawabannya, yaitu kelebihan dan kelemahan
lalu perbandingan dengan kurikulum tandingannya. Bukankah semua memang
berpasangan? Ada baik tentu ada buruk, bukan? Maka dari itulah perlu ada kerendahan
hati untuk berfikir jernih agar mampu mengevaluasi secara objektif daripada
memihak secara subjektif atas apa yang diunggulkan.
K.H.R.
Zainuddin Fananie (1934) dalam bukunya yang berjudul Pedoman Pendidikan Modern
yang kembali dicetak pada Januari 2011 mengemukakan pentingnya pendidikan
karakter yang dirumuskan dalam istilah ‘kebiasaan baik’ dalam berfikir maupun
berperangai. Hal ini sejalan dengan salahsatu tujuan Kurikulum 2013 tentang
pendidikan karakter. Maka, jika diperdebatkan tentang bahwa tujuan ini telah
ada dalam Kurikulum sebelumnya, tentu saja! Bahkan jauh sebelum itu juga para
pakar pendidikan berfikir keras untuk merumuskan hal ini dalam sebuah dokumen
petunjuk pelaksanaan pendidikan resmi yang dinamakan Kurikulum ini. Jauh ketika
masih jaman penjajahan di tahun 1934. Lalu, bukankah memang esensi pemberlakuan
kurikulum baru ini adalah sebagai perpanjangtanganan dari kurikulum sebelumnya.
Artinya, ini adalah upaya perbaikan untuk mencapai tatanan pendidikan yang
lebih baik tentunya. Pendidikan untuk kemajuan, yakni lebih baik dari hari ke
hari (Zainuddin Fananie).
Kelemahan
Kurikulum 2013 yang diperdebatkan telah didengar dan dicatat oleh tim perumus
Kurikulum, lalu apakah tidak ada pemberian waktu untuk kembali meninjau, kembali
memperbaiki sesuai saran dan kritik yang ada daripada kembali ke kurikulum lama
dengan konsekuensi tak maju sesuai definisi kemajuan di atas tadi?
Kurangnya
waktu pelatihan guru sehingga pelaksanaan di lapangan kurang maksimal,
lambatnya pendistribusian bahan ajar, bahkan kritik atas konten bahan ajar yang
dinilai salah sama sekali. Ini adalah kritik yang membangun tentunya bagi tim
perumus. Menilik tujuan mulia dari pemberlakuan Kurikulum 2013, demi perbaikan
nilai moral masyarakat, demi penyelamatan jati diri bangsa, tentulah kritik
tadi tak bisa serta- merta membuat kita berhenti dan memutar arah. Bukankah
memang akan selalu ada halangan dan rintangan untuk sebuah perjalanan hebat?
Masih
seperti disampaikan oleh salah satu pendidik terbaik Indonesia, Zainuddin
Fananie, tentang tujuan pendidikan sebagai penunjuk jalan kebaikan kepada siapa
saja agar nantinya dapat memilih jalan tersebut dengan kesadaran sendiri, sejatinya
pendidik, sebagai pejuang, harus tetap berkuat hati menjalankan amanah mulia
tersebut. Bukan untuk memaksa, tapi unntuk mengarahkan. Sehingga, belum
sempurnanya Kurikulum yang ditawarkan, seiiring berjalannya waktu, tentulah
pendidik masih memiliki otoritas penuh untuk tetap mendidik dan mengajar demi
mencapai tujuan pendidikan yang dirumuskan. Sembari tim perumus memperbaiki
kekurangan yang disampaikan oleh semua pengamat tadi, pendidik, dalam hal ini
guru, berhak memilih untuk melanjutkan pendidikan dalam kemajuan atau kembali
memutar arah yang track record-nya
sudah menjadi rahasia umum. You choose!
(3/1/15
oleh AlmaWahdie)
“Semua pendidikan itu kita tujukan/
dasarkan pada kebaikan yang telah ditentukan Pengatur Alam (Tuhan) supaya yang
kita didik menjadi orang sopan/ bangsa yang mulia serta tinggi derajatnya (Z.
Fananie)’