Disclaimer: Tulisan ini adalah unek- unek saya berisikan tentang opini personal saya sebagai reaksi dari pengalaman saya tentang area boleh merokok dan area bebas asap rokok.
Di luar sedang hujan. Hujannya tidak bergemuruh tapi konsisten dengan intensitas tinggi yang nampaknya membuat beberapa wilayah di Bandung "bawah" mulai tergenang air. Sudah jadi semacam kebiasaan kalau saya memilih untuk bekerja di luar. Misal menulis artikel deadline dan pekerjaan saya di tempat yang nyaman tanpa bayang- bayang pekerjaan rumah. Hahahaa...
Iya. Saya suka kabur melarikan diri dari rumah
kalau sudah selesai beres- beres. Sering kali ke restoran cepat saji
yang bisa membuat saya berlama- lama nongkrong di sana. Sambil mengetik,
sambil berkali- kali memesan makanan yang tersedia di menu mereka.
Menyenangkan bukan?
Ya. Saya butuh banyak asupan makan sambil bekerja. LOL.
Makan
di luar tentu saja disertai berbagai pilihan tempat. Yang menjadi
preferensi saya adalah ada tidaknya pembedaan ruangan atau area (dalam
hal ini pembedaan ruangan yang boleh untuk merokok dan yang tidak).
Saya sadar diri, merokok adalah HAM (katanya).
Toh, walaupun peringatan kesehatan juga telah digaungkan oleh produsen rokok melalui kemasan produknya, perokok tetap memiliki hak untuk mengindahkannya atau tidak.
Hak prerogatif sebagai manusia. Yeah, kadang sepatah kata "HAM" ini sering kali menjadi landasan kesemenaan oknum tertentu.
Saya sadar diri, merokok adalah HAM (katanya).
Toh, walaupun peringatan kesehatan juga telah digaungkan oleh produsen rokok melalui kemasan produknya, perokok tetap memiliki hak untuk mengindahkannya atau tidak.
Hak prerogatif sebagai manusia. Yeah, kadang sepatah kata "HAM" ini sering kali menjadi landasan kesemenaan oknum tertentu.
Intinya, karena merokok adalah
pilihan. Serta tidak ada kaitannya saya melarang orang lain untuk tidak
merokok atau mengampanyekan kesehatan tanpa merokok itu pada mereka
(kecuali adek, kakak, teman dekat, atau keluarga). Sudah cukup banyak
kampanye tentang itu dan perokok juga sudah sering melihatnya kok.
Ngapain saya pusing- pusing dengan potensi dimarahin karena "sok- sokan"
nambahin materi kampanye itu.
Sudahlah.
Kerja cerdas aja lah yaaaa...
BAGI PEROKOK
Sudah setuju dari paragraf sebelumnya tentang hak perogatif manusia. Tengah digembar- gemborkan perkara HAM. Padahal nih ya, menurut temanku yang pernah tinggal di negara demokrat sono, HAM ga sampe bikin orang kalap kaya di sini looh.
Sayangnya, mungkin kita terlalu cepat mengadopsinya sehingga banyak komponen 'perintilan' lain yang tercecer; lupa; tak ikut dipelajari juga. Entahlah.
Yang merokok mangga. Silakan. Tapi, harus cerdas juga yaaa...
Ada area umum yang tidak membiarkan kamu untuk semena- mena dengan orang sekitar. Jadi, mbok ya dipilah- pilih juga. Misal di bus atau angkot. Sudah sumpek- sesak- masa asyik aja ngerokok (Biasanya--- biasanya loh yaaa, ga semua--- yang terhormat pak supir bus/ angkot yang asyik tiup- tiup asap rokoknya ke kanan dan kiri). Yaelaaaah, Broh!
Juga jika
sedang di sebuah tempat seperti restoran misalnya. Pilihlah tempatmu,
yaitu smoking area (jika tersedia). Jika tidak? Bisa tahan sampai keluar
dari resto nggak? Susah ya? Maafkan.
Kalau memang tempatnya tidak menyediakan pembagian tempat seperti itu, kita (yang bukan perokok) bisa maklum kok. Tapi jangan maraton ya merokoknya. Jangan habis sebatang sulut lagi sebatang, Please.
Kalau memang tempatnya tidak menyediakan pembagian tempat seperti itu, kita (yang bukan perokok) bisa maklum kok. Tapi jangan maraton ya merokoknya. Jangan habis sebatang sulut lagi sebatang, Please.
BAGI YANG BUKAN PEROKOK
![]() |
Photo by CEphoto, Uwe Aranas |
Yang ga merokok juga cerdas lah yaaa...
Bisa
mempersenjatai diri dengan masker jika sedang menggunakan kendaraan
umum (secara, kita termasuk dalam kelompok yang ga tahan aroma asap
itu). Yah, walaupun tetap saja masih suka ada yang menyelinap.
Setidaknya sudah meminimalisir menghisap asap berbahaya yang membuat
kita menjadi perokok pasif.
Malang sih!
Kita sudah memilih untuk tidak merokok tapi tetap saja berpeluang menjadi perokok.
It's not fair! (Maaf, unek- unek perokok pasif tak sengaja).
Malang sih!
Kita sudah memilih untuk tidak merokok tapi tetap saja berpeluang menjadi perokok.
It's not fair! (Maaf, unek- unek perokok pasif tak sengaja).
Jika di tempat yang ada
pembedaan smoking vs. non-smoking area, pilihlah tempatmu.
Setidaknya kamu sadar diri dan tidak serta merta membiarkan asap rokok merongrongmu lalu mengeluh nantinya. Siapa suruh stay di tempat yang smoking area kalau ada yang non- smokingnya?
Apa? Non- smoking area full?
Yah, artinya: jikalau sedang terdampar di bukan tempatmu, sabarin yaaaa.
Bukan salah perokok tentu saja. Mereka juga sudah di tempat yang benar di sana.
So, kalau kamu ga kuat lama- lama di sana. Pindah agak menjauh sedikit atau cepat beranjak.
Beres.
Setidaknya kamu sadar diri dan tidak serta merta membiarkan asap rokok merongrongmu lalu mengeluh nantinya. Siapa suruh stay di tempat yang smoking area kalau ada yang non- smokingnya?
Apa? Non- smoking area full?
Yah, artinya: jikalau sedang terdampar di bukan tempatmu, sabarin yaaaa.
Bukan salah perokok tentu saja. Mereka juga sudah di tempat yang benar di sana.
So, kalau kamu ga kuat lama- lama di sana. Pindah agak menjauh sedikit atau cepat beranjak.
Beres.
Tapi, apa yang terjadi jika sebaliknya?
Jika,
di ruang non- smoking, para smoker dengan santainya meniup- niupkan
asap rokok mereka, Apa yang bisa saya perbuat?
Ini yang sedang terjadi sekarang.
Saya sedang asyik duduk di sebuah restoran cepat saji favorit saya. Outlet yang satu ini menawarkan layanan 24 jam juga ada bagian coffee-nya. Saya betah sekali berlama- lama di sini. Selain itu, ada pembedaan ruangan bagi perokok dan yang bukan perokok.
Di mana tempat saya? Tentu saja sebagai non-smoker, saya memilih non-smoking area.
Ini yang sedang terjadi sekarang.
Saya sedang asyik duduk di sebuah restoran cepat saji favorit saya. Outlet yang satu ini menawarkan layanan 24 jam juga ada bagian coffee-nya. Saya betah sekali berlama- lama di sini. Selain itu, ada pembedaan ruangan bagi perokok dan yang bukan perokok.
Di mana tempat saya? Tentu saja sebagai non-smoker, saya memilih non-smoking area.
Sudah benar kan? Saya berada
di tempat saya seharusnya.
Kondisi oulet restoran cepat saji
cabang ini memang bagus menurut saya.
Selain pelayanannya yang belum pernah membuat saya kecewa, pembagian area ini juga cukup adil.
Masing- masing area bisa dikatakan sama luas (dalam artian tidak terlalu "jomplang" perbedaannya).
Bagian luar tentu saja termasuk smoking area.
Siapapun boleh memilih duduk di sana dengan aturan tidak tertulis bahwa: PEROKOK BOLEH MEROKOK DI SANA, DAN YANG BUKAN PEROKOK PUN JUGA BOLEH. DENGAN CATATAN TIDAK BOLEH KOMPLAIN JIKA TERGANGGU.
Tentu saja karena jika merasa terganggu seharusnya kamu tidak di sana.
Bisa beranjak agak menjauh, atau masuklah ke non-smoking area. That simple!
Selain pelayanannya yang belum pernah membuat saya kecewa, pembagian area ini juga cukup adil.
Masing- masing area bisa dikatakan sama luas (dalam artian tidak terlalu "jomplang" perbedaannya).
Bagian luar tentu saja termasuk smoking area.
Siapapun boleh memilih duduk di sana dengan aturan tidak tertulis bahwa: PEROKOK BOLEH MEROKOK DI SANA, DAN YANG BUKAN PEROKOK PUN JUGA BOLEH. DENGAN CATATAN TIDAK BOLEH KOMPLAIN JIKA TERGANGGU.
Tentu saja karena jika merasa terganggu seharusnya kamu tidak di sana.
Bisa beranjak agak menjauh, atau masuklah ke non-smoking area. That simple!
Itu adalah aturan yang rasanya bisa dipahami oleh setiap individu agar terjaga kerukunan masyarakat.
Selain itu, restoran ini memiliki ruangan indoor (maksud saya: dinaungi atap).
Kondisi saat saya sedang di sana adalah hujan. Otomatis bagian luar yang cantik dengan payung besar engkap dengan kursinya menjadi basah karena tempias air hujan.
Pengunjung tentu saja memilih untuk berdiam di dalam.
Selain itu, restoran ini memiliki ruangan indoor (maksud saya: dinaungi atap).
Kondisi saat saya sedang di sana adalah hujan. Otomatis bagian luar yang cantik dengan payung besar engkap dengan kursinya menjadi basah karena tempias air hujan.
Pengunjung tentu saja memilih untuk berdiam di dalam.
Di bagian dalam, ada area coffee shop yang merupakan area non- smoking.
Ada AC, dan berdinding kaca tanpa celah udara (kecuali jika pintu di buka). Memang tak ada tulisannya "Non-smoking Area".
Namun, dari cirinya: AC, dinding kaca yang pintu yang senantiasa ditutup, jelas adalah ruang bebas asap rokok. Aku pun memilih sebuah sudut di sana. Menikmati makan soreku dan mulai mengetik.
Sementara, di lantai 2 yang juga dinaungi atap, merupakan area smoking menurutku. Karena ada udara dari luar di sana (tidak berdinding).
Lanjut, kuorder minuman kesukaanku dan terus mengetik.
Sampai akhirnya, karena cuaca dingin, AC pun dimatikan dan pintu di buka.
Kulihat itu demi memudahkan pengunjung yang berlarian dari area parkir agar segera bisa masuk area order di dalam.
FYI, ada banyak pintu sebagai akses masuk restoran ini. Baik dari area coffee maupun makanan cepat sajinya.
***
Tak lama, ada dua orang lelaki dewasa yang duduk di kursi sebelahku.
Meletakkan bungkus rokoknya di meja dan mulai mengobrol satu sama lain.
Sekilas kutoleh, "Ah, ini kan ruang bebas asap rokok. Mereka pasti tak akan menyulutnya di sini."
Tapi, pupus harapanku menghindari asap rokok dengan memilih area ini.
Ujug- ujug pak satpam menyediakan 2 buah asbak stainless dan mereka pun menyulut rokoknya.
Kali ini aku menoleh dengan sengaja untuk dilihat.
Berharap dimengerti. #eaaaaa
Sayang, nampaknya tidak.
Yang membuatku terkaget- kaget adalah fasilitasi dari management restoran ini.
Kok, Pak Satpam serta- merta menyediakan asbak, ya? Hmmm...
Kutunggu dan kutunggu sambil menahan kesal di hati.
"Kok, merokok di sini?!"
"Ini kan ruangan ber-AC. Iya, AC mati, tapi pintu tertutup nih!" (Saat itu pintu sudah ditutup karena dingin dari luar).
"Di atas kan masih luas."
"Ini juga! Kok malah dikasih asbak?!"
"Ini area bebas asap rokok apa bukan sih?!"
Sahut menyahut teriakan di hati.
Sayup- sayup kudengar obrolan mereka (bukan nguping loh yaaa... Mereka keras ngobrolnya, jadi kedengeran. Da deket juga meja kita. Hehehhe)
Nampaknya mereka mau pindah tempat.
Mau ke surabi terkenal di Bandung itu kudengar. Hm... okelah. Sabar, Al. Udah mau pergi mereka.
Tadinya, saya sudah niat mau menanyakan langsung ke salah satu diantaranya. Karena ada seorang lagi yang bergabung dengan mereka dan kulihat ia keluar- masuk area karyawan. Kok?!
***
Singkat cerita, mereka bertiga pun keluar dan meninggalkan restoran ini dengan mobil putih.
Tak berapa lama dari sana, seorang karyawan resto pun hendak membereskan meja mereka itu.
Karena penasaran, mungkin aku salah mengerti tentang ruang ini. Akhirnya aku tanyakan:
"Mbak, mau tanya. Ini ruangan non-smoking apa smoking juga ya?"
"Iya, Mbak. Ini buat non-smoking harusnya." sambil senyum merasa tak enak. Lalu melanjutkan, "Kalau Mbak komplain tadi saya ga akan ijinin merokok di sini."
Agak kontras dan aneh menurut saya. Baru akan ditolak jika ada yang komplain? Tapi, tadi karyawan lainnya sigap menyiapkan asbak. Hmmmm...
Tapi, saya juga tak mau menyulitkan. Toh, dia hanya karyawan yang pasti lelah kerja. Saya juga menyampaikan bahwa tadinya saya juga hendak bertanya
"Saya dengar tadi. Saya juga nunggu sih, kalau nggak pindah ke atas atau pergi, saya mau bilang. Tapi, katanya mau pergi jadi saya biarin aja dulu. Lagian kok dikasih asbak sih, Mbak?" saya kepo soal ini. Karena sangat kontras antara aturan dan perbuatannya.
"Iya, Mbak. Maaf ya." begitu jawabnya.
"Memangnya itu tadi siapa ya, Mbak? Saya lihat kok keluar- masuk area karyawan?" tanya saya lagi (maaf emak penasaran banget, dan masih kebawa
"Itu atasan, Mbak. Yang dari cabang di Padjajaran. Kalo mbak komplain tadi, pasti ga akan dikasih ijin ngerokok di sana. Maaf ya, Mbak." kasian mbak ini membela atasannya segitunya. Hiks.
Karena unek- unek haruslah disalurkan. Akhirnya sempat berbuah kultwit gini deh tadi itu:
![]() |
Maafkan ga kuat pengen ngomong tapi ga ada temen semeja tadi.LOL |
Saya maklum sih. Semacam tekanan dari zaman dulu kala kalo soal ini. Toh, saya juga pekerja. I feel you, Mbak. *hug
"Iya, Mbak. Ga apa- apa kok. Ga lama juga tadi. Tapi, kalo lama tadi, saya beneran mau komplain sih. Hehehhee." saya menenangkan mbaknya yang mulai cemas.
"Saya boleh foto mejanya ga, Mbak?" tanya saya meminta ijin foto TKP sebagai bentuk black box
Eh, tapi di-iya-in, loooh. Haaaaa...
Cekrek. Udah.
***
Dilema yah.
Sebenernya kita ini mau belajar ga sih?
Yuk, lah belajar bareng!
Udah.
Postingan ini cuma mau share unek- unek aja biar ga nambahin jerawat! Hohohooo...
Menurutmu gimana sih seharusnya kita menyikapi fasilitas Smoking dan Non-smoking Area ini?
Feel free to drop your comment below yah! *Kiss
Epilog:
Seorang lelaki dan wanita menduduki kursi di meja sebelahku tadi.
Memesan segelas kopi panas dan menikmati ricebox-nya.
Sang lelaki menyeruput kopi yang dipegangnya di tangan kanan lalu berhati- hati meletakannya kembali. Asap mengepul dari sisi kirinya. Sebatang putih terselip di jemari kokohnya.
Aku memperhatikan. Menghela nafas lalu beranjak dari kursiku menuju parkiran.
ah aku mah mau gimana lagi banyak yang gak sadar tuh perokok, padahal aku angkoters sejati, jadi bisa dibayangkan tiap hari aku menghisap rokok, mau apa lagiiiiiii, nunggu mereka sadar , ih mana bisa
ReplyDeleteHikss... berakhir dengan beranjak aja ya, Mbak :(
DeleteDisini jg perokok merajalela banget mba. Bahkan di mol yg full ac msh seenaknya aja merokok terutama di foodcourtnya. Tiap saya protes malah mereka yg mengernyitkan kening ke saya, seakan2 saya lah yg salah. Miris
ReplyDeleteSedih banget :(
DeleteHarusnya saling memahami yaaa biar rukun kita semua huhuuhuhu
Setiap mau ke luar kota, naik bis cianjur selalu tak punya pilihan. Meski ber AC pasti ada aja yang merokok. Termasuk kondektur dan sopirnya!
ReplyDeletemereka tidak menghargai sama sekali yang tidak merokok...
:'(
DeleteBetewe mau ke mana, Mbak? Saya juga sering naik bus Cianjur mau ke Cipatat ehehe
Harus dimaklumi mbak..dah budaya orang kita, kurang disiplin, setiap peraturan itu dilanggar. Gak pernah sadar dan gak pernah peduli.
ReplyDeleteNgalah dulu ya, Mbak.
DeleteSemoga ga melulu dan semakin cerdas seperti ponsel cerdas yang dipakainya *lho
I feel you, mbak Alma.
ReplyDeleteKalo udah gitu rasanya pengen terbang ke Islandia deh.
Aahh ... Bebas asap rokok lah di sana.
Ikut mbaaak, nebeng dalem koper yak. Hehehe
DeleteItulah mbak yang bikin sedih ... perokok kadang juga ga tahu diri banget ... mengambil jatah udara bersih kita ... memang kalau sudah ditegur baik2 ga mempan, saya milih pindah ketempat lain ... hiks
ReplyDeleteIya jadi sedih kan kitaaa :'(
DeleteMba Alma, aku kadang ngerasa ruang bagi yang merokok tapi asalnya sampe ke yang non perokok. Biasanya aku langsung tegur
ReplyDeleteAku jg udah mau negur itu mbak, kalo ga denger mereka mau pergi. Ealaah, tp ada penggantinya sami mawon podo wae 😅
Deletekeren mbak, uneg2nya tersampaikan banget, yah saya sama kaya mbak kok paling sebal kalau ada perokok yang gak sadar diri, aku lho tukang ngusirin bapak2 perokok yang masuk ke ruangan kantor ku yg didominasi ibu2, sesak mbak sama asap rokok
ReplyDeleteAlhamdulillah bisa dicerna kalimat belibet saya ya, Mbak? 😅 Iya, sedih banget kaya dijajah ya jadinya gitu? Huhuhu
Deleteduh..kalau aku udah langsung esmosi dan kudatangi mbak...
ReplyDelete#emakbawadebay
Aiiih, jauh-jauh mbak. Ga rela aku debay kena paparan itu. Kita aja masih terbatuk2 apalagi bayi 😢😢😢
DeleteAkuuu sering banget negur orang ngrokok di kendaraan umum. Angkot atau bis. Biasanya aku batuk2 dulu, sebagai tanda kalau saya nggak nyaamn dengan asap rokoknya. Kalau mereka nggak sensi berlajut negur baik-baik sih.
ReplyDeleteKadang kita terlalu takut/segan buat negur orang, padahal kan kita sama-sama punya hak. Kalau kita nggak negur, ya manalah dia tau kalau kita nggak nyaman kan? Lagi pula sudah ada peraturannya dilarang merokok di fasilitas umum :).
Bener, Mbak Nyak.
DeleteHarusnya tegur aja langsung ya. Tapi kadang kalo wajahnya sangar dan kita sendirian takut juga. Hiks
ih... sebel banget ya....
ReplyDeleteaku kalo ada yg ngerokok... langsung batuk2... nutup idung terang2an.... tersinggung terserah lah... hahhaah.. sengaja..
Hihihi,,, sering juga pake cara gitu mbak. Kadang aku pake ala2 cadae, jilbabnya diselipin ngebantu masker hahaa
DeleteAku suka cari aman aja mba..
ReplyDeleteKalo ada yang ngerokok, pindah tempat.
Tapi karena anak-anak beranjak besar, kadang mereka yang teriak "Bau rokoook, maa..."
Jadi sekalian ngingetin tuuh...
Kalo sadar, alhamdulillah...
Kalo engga, yaa balik balik laginya ke HAM tadi.
Heuuheuu...
Iya ya, Mbak.
DeleteSerba salah. Ga dibilangin ntar keterusan. Dibilangin tp takut org ga terima.
Ayo, anak-anak, suarakan. Wakili kami para emak ini yaaa hahaa
Saya benci rokok dan perokok :(
ReplyDelete:(
Deleteoalah atasannya toh, makanya smp disediakan asbak. Kasian ya para pegawainya, mau negor rasanya gimanaaaa gitu. Untung deh saya blm pernah ketemu yg model dablek kyk mereka.
ReplyDeleteIya, Mbak. Miriiis
DeleteAku gak suka ada asap rokok. Tapi aku gak bisa menghindari ada asap rokok di lingkungan rumahku. Sedih.
ReplyDelete:(
DeleteSemangat mbak, Ayo kampanyekan! ;)
Aku benci asap rokok bikin sesak,kalau ngumpul sama teman" cowok selalu bilang no smoking ya
ReplyDeleteHihihi..
DeleteIya, aku juga gitu, Mbak.
Kalo naik angkot sebisa mungkin mau duduk di depan biar ga pusing. Tapi nanya dulu ke supirnya: "aa ngerokok ga? kalo iya, saya duduk di belakang aja/ ikut angkot yang belakang aja." Kalo lagi ga buru- buru hehehehehe
Sambil ngode bahwa: Peluang ngedapetin penumpang lebih besar kalo mau stop/ nahan rokok dulu ^^
aku jadi gak sosialis gara2 gak tahan asap rokok, Al.. suka diajak nongkrong, tapi selalu menolak karna tau nongkrongnya mesti ditempat ada asap rokoknya. In case di tempat umum, aku kadang langsung negur baik2 untuk matiin rokoknya.. ada yang senang hati matiin, malah ada yg hembusin asap ke muka aku. hahaha.. hidup hidupp...
ReplyDeleteIya gitu?
DeleteGa sosialis jasmi teh yang gimana? Hahhaaa...
Aku aja temen kuliah kita ga mau kudeketin kalo lagi pada ngerokok. Dan terang2an bilang hihihi.
Makanya ke anak cowok mah (yg ngerokok), aku ga terlalu open hehehe