Sudah hampir 2 bulan sejak diumumkan bahwa virus corona mulai merambah ke negeri kita tercinta ini. Apa perasaanmu, Teman? Bagaimana respon dan reaksimu saat mengetahuinya Maret lalu?
Kalau aku pribadi, awalnya termasuk yang 'terlalu waspada'. Hingga akhirnya seorang teman memberitahukan bahwa reaksiku itu kurang bijak.
Jadi, sejak kasus pertama di Wuhan, China itu aku agak sedikit khawatir. Bagiku Cina itu dekat. Banyak siswaku yang sedang melanjutkan pendidikan tinggi di sana. Bahkan sering juga pulang mudik. Rasanya, Cina jelas begitu dekat.
Kemudian akhirnya aku mendapat kabar bahwa para siswaku sudah mulai berdatangan pulang ke sini. Lega rasanya. Jauh sebelum semua makin akut di sana, mereka cepat bertindak menjauh.
Tapi, kemudian ada jeda sebelum akhirnya bulan Maret tiba. Januari hingga Februari masih banyak guyon-guyon yang -entahlah- antara lucu tapi konyol juga menurutku. Ketika macam-macam narasi cocoklogi dikaitkan. Bahkan ada juga yang bernada menyepelekan virus corona ini.
Jujur, aku jadi sedikit kecut. Sebagian hati ingin meyakini narasi tentang iklim Indonesia yang mampu menangkal virus corona (katanya), tapi sebagian hati lagi ada rasa takut malah terlena.
Kemudian, Maret pun tiba. Sebuah pengumuman yang seperti mimpi buruk. Terdeteksi warga Indonesia ini yang positif COVID-19 itu. Aku menyimak. Mulai mengintip dompet juga untuk berjaga jika suatu hari nanti keadaan lama membaiknya. Sungguh rasanya campur aduk!
Syukurlah aku masih bisa menahan diri untuk tetap tenang. Kemudian, ragam berita tentang virus corona semakin merebak. Jumlah pasien positif, maupun status PDP (Pasien Dalam Pengawasan) juga ODP (Orang Dalam Pengawasan) kian bertambah.
Awalnya, info mulai ditemukan di Pulau Jawa. Pemerintah mulai mengedukasi dengan informasi terkait virus corona ini. Mulai dari bagaimana ia menyebar, bagaimana menfegah, serta himbauan-himbauan agar menjaga kebersihan dan menjaga jarak pun mulai digaungkan.
Bagaimana perasaanku hingga saat itu?
Aku melihat masyarakat di sekitarku masih 'agak' cuek. Beberapa diantaranya bahkan nyeletuk bilang: ahhh, masih jauh. Belum akan sampai ke sini.
Duh, gustiiiii...
Geram sekali aku mendengarnya. Makin disayangkan ketika kalimat itu justru dilontarkan dalam lingkaran keluarga sendiri.
Mulailah aku mengumpulkan semua infografis terkait virus corona. Mulai dari infografis resmi yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan, juga dari akun-akun kajian agama. Karena ada pula keluarga yang menyepelekan dengan mengaitkannya dengan kalimat yang menurutku (lagi-lagi) KONYOL.
Masa ada yang bilang: "Jangan takut sama virus corona. Takutlah sama Allah.
Duh, gustiiiii...
Suatu hal yang jelas berbeda 'takut'nya. Mengapa pula disetarakan? Kebayang kan gimana geregetannya aku???
Edukasi Virus Corona Di Rumah
Karena keadaan seperti itu, akupun memutuskan bahwa edukasi tentang virus corona di rumah itu sangat penting. Kumulai dengan membagikan infografis-infografis yang sudah kukumpulkan tadi. Kuposting di status Whatsapp dengan maksud agar dibaca minimal oleh lingkaran keluarga dulu.Ternyata memang mengedukasi itu berat. Kita tidak cukup hanya membagikan infografis keterangan atau himbauan saja. Sementara dalam lingkaran keluarga masih ada kelompok yang 'ngeyelan' itu.
Aku pun mulai menambahkan ragam hasil tangkapan layar tentang berita-berita pasien terkonfirmasi. Ternyata, aku melupakan satu hal penting. Yaitu, sisi psikologi individual.
Aku lupa bahwa tak semua orang punya mental yang sama saat mendapat sebuah informasi. Bisa jadi justru yang kubagikan itu malah membuat mereka cemas saja.
Memang ada terbersit niatku: 'agar mereka takut. Harapannya agar jadi waspada dan tidak menyepelekan.' Tapi, tak semua menerima begitu kan?
Aku baru sadar ketika salah seorang temanku, seorang dokter yang sering menjadi tempatku bertanya, menulis status di WA story-nya. Aku lupa kalimat pastinya, tapi kurang lebih sebuah ucapan bahwa ia lelah dengan berita kecemasan.
Dari sana lah aku tersadar.
Perlahan kutahan metode 'edukasi virus corona' yang kugunakan tadi. Aku mengambil langkah ke belakang untuk mulai dari awal.
Aku sadar metode edukasi dengan menakuti itu tak sepenuhnya efektif. Ternyata justru membuat beberapa orang menjadi lelah, sedih, dan takut tanpa mencari solusi. Justru yang terjadi adalah pura-pura acuh saja.
Mulai dari Diri Sendiri
Semenjak himbauan untuk social distancing yang kemudian berubah menjadi physical distancing, aku memang sudah membatasi interaksi berkerumun. Lagi pula memang keseharianku hanya di rumah saja.Yang kulakukan kemudian adalah memulai dari diri sendiri. Dari rumah kami dulu.
Biasanya aku bergabung sore-sore dengan tetangga yang berkerumun, kali ini aku tidak melakukannya. Sesekali keluar menyapa dari teras rumah saja.
Jika keluar rumah, misalkan hendak ke toserba, atau pasar aku pakaikan masker bahkan pada bayiku. Awalnya, mungkin terlihat lebay. Itu yang kurasakan.
Karena memang di kabupatenku sini belum ada berita apapun. Alhamdulillah.
Jika tadinya aku lumayan sering mengunjungi tanteku yang rumahnya yang juga di kota ini, kali ini aku tidak pergi sama sekali. Kecuali jika memang harus.
Selain tentang menjaga kebersihan, membatasi jarak fisik, menggunakan masker, dan paham etika sakit flu/batuk, kita juga bisa mulai edukasi virus corona dari rumah berbekal Halodoc.
Halodoc menyediakan ragam informasi seputar kesehatan. Bisa diakses melalui browser di Hp maupun laptop, atau langsung saja dengan memasang aplikasinya di Hp. Teman-teman bisa mengunduhnya di Google Play dan App Store.
Di Halodoc ada beragam fitur tentang Kesehatan, Obat & Vitamin, Tanya Dokter, Rumah Sakit, dan Cari Dokter.
Pada bagian kesehatan, kita bisa mengakses informasi yang sudah disusun secara alfabetikal. Jadi, tinggal klik saja topik kesehatan apa yang sesuai dengan info yang kita butuhkan. Jika topik yang kita cari belum tersedia di daftar susunan abjadnya, kita bisa manfaatkan kolom pencarian. Misalnya, tentang virus corona. Langsung saja ketik kata kuncinya 'corona' lalu keluar hasilnya: coronavirus.
Berikut artikel yang bisa kita pelajari:
Artikel yang tersedia ini pun sudah melalui peninjauan dari dokter yang terpercaya. Jadi, kita bisa manfaatkan fitur-fitur di Halodoc ini untuk mengedukasi diri dna keluarga.
Virus Corona Terdeteksi Di sini
Kemudian, sesuatu yang tidak kita harapkan akhirnya terjadi. Virus corona pun sudah mampir di sini. Kabupaten kami yang tadinya tidak ada kasus, mengumumkan ada pasien positif. Lalu jumlah PDP dan ODP mulai bermunculan.Kulihat, perlahan tapi pasti masyarakat mulai acuh. Tak ada lagi kerumunan sore ibu-ibu komplek. Hanya saling menyambangi sesuai keperluan.
Hampir semua mulai menggunakan masker juga. Bahkan lingkaran keluarga yang radi sempat mengeluarkan kalimat yang membuatku geram, sekarang jadi yang paling duluan memberitahukan update berita yang ada.
Kadang, kita baru 'terpaksa' belajar setelah kejadian. Tapi, tentu saja tidak ada kata terlambat untuk belajar kan?
Mari kita mulai melakukan edukasi virus corona dari rumah masing-masing!
Semoga wabah penyakit ini segera berakhir. Aaamiin.
Stay healthy, Teman-teman!
Sangat bermanfaat sekali.
ReplyDeleteSuper.....